BUDAYA ORGANISASI


 

Setiap individu memiliki kepribadian, begitu pula dengan organisasi. Kita telah melihat bahwa masing-masing individu memiliki sifat-sifat yang tetap dan relatif tidak dapat diubah, dan keadaan tersebut dapat membantu kita dalam memperkirakan sikap dan perilaku mereka. Kita menganggap organisasi, seperti halnya orang, dapat digolongkan, sebagai contoh, kaku, ramah, hangat, inovatif atau konservatif. Sifat-sifat ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperkirakan sikap dan perilaku individu yang ada di dalam organisasi.

Tema dari bab ini adalah terdapat suatu variabel sistem di dalam organisasi, walaupun sukar untuk ditentukan atau diuraikan dengan seksama tetapi variabel tersebut ada, dan variabel tersebut biasanya diuraikan oleh para karyawan dalam bentuk-bentuk yang umum. Kita menyebut variabel tersebut sebagai budaya organisasi. Sebagaimana budaya-budaya suu memiliki totem dan pantangan yang mengatur bagaimana masing-masing anggota suku bertindak terhadap sesama

anggota suku dan terhadap orang dari luar suku, maka suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur bagaimana anggota-anggotanya bersikap.

Mengenai apa yang disebut dengan budaya organisasi, bagaimana budaya organisasi tersebut mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan, dari mana budaya organisasi tersebut berasal, dan apakah budaya organisasi tersebut dapat diatur, kesemuanya akan dibicarakan pada halaman berikut.

 

Mendefenisikan Budaya Organisasi

Terdapat kesepakatan luas bahwa budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Sitem pengertian bersama ini, dalam pengamatan yang lebih seksama, merupakan serangkaian karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi. Peneltiian terakhir menyatakan bahwa terdapat tujuh karakter utama, yang kesemuanya menjadi elemen-elemen penting suatu budaya organisasi.

  1. Inovasi dan pengambilan resiko : Tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
  2. Perhatian terhadap detail : Tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
  3. Orientasi terhadap hasil : Tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
  4. Orientasi terhadap individu : Tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi.
  5. Orientasi terhadap tim : Tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
  6. Agresivitas : Tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.
  7. Stabilitas : Tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik ini berada dalam suatu kesatuan, dari tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Menilai suatu organisasi dengan menggunakan tujuh karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut. Gambaran tersebut kemudian menjadi dasr untuk perasaan saling memahami yang dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap. Peraga 16-1 memperagakan bagaimana karakteristik-karakteristik ini dapat dipadu untuk menciptakan organisasi dengan keanekaragaman yang tinggi.

 

Budaya Merupakan Suatu Ketentuan yang Deskriptif

Budaya organisasi berhubungan dengan cara-cara bagaimana karyawan mematuhi tujuh karakter diatas, bukan perasaan suka atau tidak suka mereka terhadap tujuh karakter tersebut. Dengan begitu, budaya organisasi merupakan ketentuan yang deskriptif. Hal in isangat penting, karena budaya organisasi tersebut berfungsi untuk membedakan antara konsep budaya organisasi dengan konsep kepuasan bekerja.

Penelitian terhadap budaya organisasi telah menemukan cara untuk mengukur pandangan karyawan terhadap organisasi mereka. Apakah ada tuntutan sasaran dan kinerja yang jelas ? Apakah suatu organisasi menghargai inovasi ?

Apakah suatu organisasi mendorong terciptanya persaingan ?

Sebaliknya, penelitian terhadap kepuasan kerja mencari cara untuk

mengukur respons terhadap lingkungan kerja. Penelitian ini berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap harapan perusahaan, praktik pemberian penghargaan,cara-cara penanganan konflik di dalam perusahaan, dan lain sebagainya. Walaupun kedua permasalahan tersebut diyakini memiliki  karakteristik yang berbeda, tetapi harus kita ingat bahwa budaya organisasi bersikap deskriptif sementara kepuasan kerja bersifat evaluatif.

 

Apakah Organisasi-organisasi Memiliki Budaya yang Seragam ?

Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi. Keadaan ini terbentuk secara jelas bila kita mendefenisikan budaya sebagai suatu sistem pengertian bersama. Dengan demikian, kita berharap bahwa masing-masing individu dengan latar belakang atau tingkat jabatan yang berbeda didalam organisasi akan mendeskripsikan budaya organisasi tersebut dengan cara yang sama.

Tetapi, pengakuan bahwa suatu budaya organisasi memiliki properti umum tidak berarti bahwa tidak boleh ada subbudaya didalam budaya organisasi tersebut. Kebanyakan organisasi-organisasi besar memiliki suatu budaya dominan dan sejumlah subbudaya. Suatu budaya dominan mengekspresikan nilai-nilai inti yang diberlakukan secara bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Bila kita membicarakan suatu budaya organisasi, kita akan merujuk kepada budaya dominannya. Perujukan ini merupakan cara pandang makro yang memberi organisasi suatu kepribadian tersendiri. Subbudaya cenderung berkembang didalam organisasi-organisasi besar untuk merefleksikan permasalahanpermasalahan, situasi dan pengalaman-pengalaman umum yang dihadapi oleh karyawan. Subbudaya ini cenderung muncul berdasarkan bentuk departemen dan pemisahan geografi. Sebagai contoh, departemen pembelian dapat memiliki bagian budaya yang hanya dimiliki secara bersama oleh anggota-anggota departemen tersebut. Dengan begitu, akan tercakup nilai-nilai inti budaya dominan ditambah dengan nilai-nilai tambahan yang hanya dimiliki oleh anggota organisasi dari departemen pembelian tersebut. Sama halnya, suatu kantor atau unit organisasi yang terpisah secara fisik dari pusat operasi utama organisasi mungkin memiliki kepribadian yang berbeda. Selanjutnya, nilai-nilai inti tersebut penting untuk dipertahankan, tetapi harus dimodifikasi untuk merefleksikan situasi yang berbeda dari unit yang terpisah tersebut.

Jika suatu organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya berdiri dari sejumlah subbudaya, maka nilai budaya organisasi sebagai suatu variabel yang berdiri sendiri akan terlihat sangat kecil. Mengapa ? Karena tidak akan ada interpretasi seragam terhadap apa yang menjadi sikap yang layak ataupun yang tidak layak. Keseragaman tersebut merupakan aspek pemahaman bersama terhadap budaya, dan menjadikannya sebagai sarana potensial untuk memandu dan membentuk perilaku.

 

Budaya yang Kuat versus Budaya yang Lemah

Telah menjadi populer untuk membandingkan antara budaya yang kuat dengan budaya lemah. Alasannya, budaya yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap sikap karyawan dan lebih tertuju langsung untuk mengurangi keluar masuknya karyawan. Suatu budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, semakin kuat suatu budaya. Sejalan dengan defenisi ini, suatu budaya yang kuat jelas sekali akan memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah. Organisasi-organisasi agama, kelompok spiritual, dan perusahaan-perusahaan Jepang adalah contoh-contoh organisasi yang memiliki budaya yang sangat kuat. Pada saat David Koresh bisa menarik berlusin-lusin anggota Branch Davidian-nya di Waco, Texas, untuk mati menceburkan diri mereka di dalam kobaran api, kita dapat melihat dalam kejadian ini bahwa suatu perilaku lebih berpengaruh daripada hanya sekadar persembahan kepada pemimpin. Budaya didalam Branch Davidians memiliki tingkat kebersamaan dan intensitas yang mendorong terciptanya pengendalian perilaku yang sangat tinggi. Tentu saja pengaruh budaya yang kuat yang serupa dengan yang memicu tragedi di Waco dapat diarahkan secara positif untuk menciptakan

organisasi-organisasi yang sangat berhasil seperti Microsoft, Mary Kay Cosmetics, dan Sony.

Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah keluar masuknya pekerja yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya. Kebulatan suara terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan, dan komitmen organisasi. Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk keluar dari organisasi.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *